Fenomena Baru di Yogyakarta: TikToker Live ‘Ngamen’ di Jalanan, Seni atau Sekadar Sensasi?
Pojokstory – Kota Yogyakarta memang terkenal sebagai salah satu pusat seni dan budaya di Indonesia. Tak heran jika jalan-jalan kotanya kerap menjadi ruang ekspresi seni bagi banyak orang. Belakangan, ada fenomena unik yang ramai dibicarakan, yaitu aksi live ngamen para TikToker yang manggung langsung di jalanan kota ini. Di antara gemuruh musik jalanan dan lampu-lampu kota, mereka menghibur penonton online sambil menarik perhatian warga sekitar. Fenomena ini pun memunculkan berbagai reaksi, mulai dari yang mendukung sebagai bentuk kreativitas hingga kritik yang mempertanyakan tujuan aksi ini.
Seiring berkembangnya media sosial, khususnya TikTok, para konten kreator kini memiliki panggung digital untuk mengekspresikan diri. Tren live ngamen ini adalah salah satu bentuk adaptasi unik para kreator yang ingin tetap dekat dengan penontonnya sambil menghadirkan konten real-time yang penuh interaksi. Namun, apa sebenarnya yang membuat tren ini begitu populer, dan bagaimana respons masyarakat terhadapnya? Mari kita kupas tuntas fenomena ini.
TikToker Ngamen di Jalanan: Hiburan atau Kontroversi?
Ngamen di jalan memang bukan hal baru di Indonesia. Biasanya, aksi ini dilakukan oleh seniman jalanan yang menampilkan kemampuan musik atau vokal mereka untuk mendapatkan sedikit uang dari para pejalan kaki atau pengendara yang lewat. Namun, dengan adanya TikTok dan fitur live streaming, konsep ngamen ini berubah total. TikToker yang melakukan ngamen bukan hanya berinteraksi dengan orang di jalan, tetapi juga dengan ribuan penonton online yang menonton secara langsung dari layar ponsel mereka.
Salah satu alasan fenomena ini begitu menarik adalah karena ngamen yang biasanya hanya terjadi secara lokal kini bisa ditonton oleh orang-orang dari berbagai daerah bahkan negara. Pengguna TikTok bisa menyaksikan langsung bagaimana suasana jalanan Yogyakarta pada malam hari, melihat interaksi antara kreator dan warga lokal, serta merasakan pengalaman live yang autentik. Bagi sebagian orang, hal ini memberikan nuansa baru dalam menikmati konten media sosial.
Namun, tidak semua orang merasa bahwa ngamen di jalanan Yogyakarta ini merupakan bentuk seni atau ekspresi yang positif. Beberapa warga dan pengguna media sosial menilai aksi ini sekadar untuk menarik perhatian dan bukan bentuk seni yang sebenarnya. Kritikan datang terutama dari mereka yang merasa bahwa aksi live ngamen ini lebih ke arah mencari popularitas atau bahkan donasi dari penonton ketimbang memberikan hiburan yang berkualitas.
Kreativitas dan Inovasi di Era Media Sosial
Meski menuai pro dan kontra, aksi ngamen para TikToker ini sebenarnya menunjukkan bagaimana kreativitas bisa berkembang dan beradaptasi dengan teknologi. Berkat media sosial, setiap orang kini bisa menjadi kreator konten, dan setiap tempat bisa menjadi panggung mereka. Banyak dari mereka yang sengaja memilih jalanan Yogyakarta karena kota ini dikenal sebagai pusat budaya dan seni di Indonesia.
Menurut beberapa pengamat media sosial, fenomena ini juga menunjukkan betapa besarnya pengaruh TikTok terhadap cara masyarakat menikmati hiburan. Dengan fitur live streaming, para kreator bisa memberikan konten yang terasa lebih dekat dan personal. Ditambah lagi, interaksi langsung dengan penonton juga memberikan kesempatan untuk membangun komunitas yang solid di antara kreator dan pengikutnya.
Seorang kreator yang populer dengan aksi live ngamen di Yogyakarta, sebut saja Andi, mengungkapkan bahwa aksi ini memberikannya kesempatan untuk bertemu langsung dengan penonton dan pendukungnya. “Saya ingin menampilkan Yogyakarta dari sudut pandang yang berbeda, bagaimana kota ini hidup di malam hari, sambil menampilkan musik untuk mereka yang lewat dan mereka yang menonton dari rumah,” ujar Andi dalam wawancara singkatnya.
Dampak Ekonomi dan Dukungan Penggemar
Aksi ngamen ini ternyata juga memberikan keuntungan ekonomi bagi beberapa kreator. Banyak penonton yang memberikan gift atau hadiah virtual melalui TikTok saat sesi live. Hadiah virtual ini nantinya bisa dikonversi menjadi uang, yang tentu saja menjadi sumber pendapatan bagi para kreator. Meski jumlahnya tidak selalu besar, pendapatan ini cukup membantu bagi beberapa kreator untuk terus membuat konten dan tampil di jalanan Yogyakarta.
Namun, fenomena ini juga mendapat sorotan dari para seniman jalanan tradisional yang memang mengandalkan ngamen sebagai sumber penghasilan utama mereka. Ada yang merasa bahwa keberadaan TikToker di jalanan justru membuat persaingan semakin ketat, karena penonton di jalan lebih tertarik dengan mereka yang membawa peralatan lebih modern dan bisa melakukan live streaming. Muncul juga kekhawatiran bahwa tren ini akan mengurangi jumlah donasi yang biasanya diberikan kepada seniman jalanan konvensional.
Apresiasi atau Sekadar Mencari Popularitas?
Di sisi lain, tidak sedikit pula yang mempertanyakan apakah fenomena live ngamen di TikTok ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap seni jalanan atau hanya demi popularitas. Banyak dari TikToker yang kini mengusung aksi ngamen di Yogyakarta berasal dari luar kota, dan sering kali membawa perangkat canggih untuk mendukung sesi live mereka. Hal ini membuat aksi mereka terlihat lebih profesional dan bahkan komersial dibandingkan dengan seniman jalanan asli yang tampil dengan alat sederhana.
Beberapa warga Yogyakarta mengungkapkan keprihatinan mereka terkait hal ini. Bagi mereka, jalanan kota Yogyakarta adalah ruang bagi seniman lokal untuk menampilkan karya mereka, bukan sekadar tempat bagi orang luar yang mencari popularitas. Namun, tidak sedikit pula yang menyambut baik kehadiran para TikToker ini sebagai bagian dari daya tarik baru kota Yogyakarta yang kian populer di kalangan anak muda dan wisatawan.
Perspektif dari Pakar Media Sosial
Menurut pakar media sosial, Dr. Rina Agustina, fenomena live ngamen ini mencerminkan bagaimana teknologi mengubah cara kita memandang hiburan dan seni. “Dulu, seni jalanan hanya dinikmati oleh orang-orang yang ada di lokasi, tetapi sekarang, dengan adanya platform seperti TikTok, penonton bisa datang dari mana saja, bahkan dari luar negeri,” jelas Dr. Rina. Ia menambahkan bahwa dalam konteks ini, para TikToker sebenarnya telah menciptakan panggung global bagi seni jalanan yang dulu sangat lokal.
Namun, Dr. Rina juga mengingatkan bahwa para kreator harus tetap menghormati nilai-nilai lokal dan tidak merusak pengalaman bagi warga sekitar. “Ada batas antara mengapresiasi seni jalanan dan sekadar memanfaatkannya untuk popularitas. Para kreator harus memahami bahwa kota Yogyakarta memiliki nilai-nilai budaya yang harus dihormati,” tambahnya.
Apakah Fenomena Ini Akan Bertahan Lama?
Melihat perkembangan tren ini, banyak yang bertanya-tanya apakah fenomena live ngamen di TikTok ini akan bertahan lama atau hanya sekadar tren sesaat. Bagi beberapa kreator, aksi ini mungkin hanya bagian dari eksplorasi konten, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai peluang jangka panjang. Namun, yang jelas, selama aksi ngamen ini masih mendapatkan perhatian dari penonton, fenomena ini akan terus mewarnai jalanan Yogyakarta.
Beberapa kalangan berharap bahwa fenomena ini bisa terus berkembang dengan cara yang lebih positif dan menguntungkan bagi semua pihak, baik itu bagi para kreator, seniman jalanan lokal, maupun masyarakat sekitar. Mungkin dengan adanya regulasi atau kerja sama dengan komunitas lokal, fenomena live ngamen ini bisa menjadi bagian dari atraksi kota yang lebih tertata dan membawa dampak positif.
Penutup
TikToker live ngamen di Yogyakarta adalah fenomena baru yang penuh dengan dinamika dan kontroversi. Di satu sisi, ini memberikan warna baru pada seni jalanan, membuatnya lebih mudah diakses oleh penonton global. Namun di sisi lain, fenomena ini juga menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat lokal dan seniman jalanan tradisional. Dengan segala pro dan kontranya, fenomena ini menunjukkan bahwa seni, teknologi, dan kreativitas bisa berjalan beriringan, meskipun tetap perlu memperhatikan batasan budaya dan penghormatan terhadap lingkungan sekitar.